KOMUNIKASI ORGANISASI

TUGAS MATA KULIAH KOMUNIKASI ORGANISASI

NAMA : MUHAMMAD FAZRI CANDRA

PROGRAM STUDI : MAGISTER ILMU KOMUNIKASI UNPAS 2016


KONSPIRASI TRANSNASIONAL DALAM KAJIAN KORUPSI DI INDONESIA
Oleh : Prof. Dr. H. Obsatar Sinaga, SIP, M.Si


Masalah korupsi sudah merupakan ancaman yang bersifat serius terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat nasional dan internasional dan telah melemahkan institusi dan nilai-nilai demokrasi serta nilai-nilai keadilan serta membahayakan pembangunan berkelanjutan dan penegakan hukum. Pernyataan ini sudah merupakan prinsip umum hukum internasional dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Komentar : Apa yang saya kutip diatas berakar dari pendidikan. Pendidikan? Ya, menurut saya Korupsi berakar dari Pendidikan. Dalam Undang-undang dasar negara republik Indonesia Pasal 31 tertulis jelas Ayat (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan) dan Ayat (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.) Tapi kenyataannya? Pasal 31 Ayat 2 saya atau mungkin anda tidak pernah merasakan bersekolah dibiayai oleh pemerintah. Lalu kaitannya dengan Korupsi yang berakar dari pendidikan? Karena lewat pendidikan lah tingkat pencegahan korupsi bisa terjadi dimana mental dilatih sejak dini dan pemerataan pendidikan itulah yang dibutuhkan di negeri ini. Oleh karena itu, mulailah mendukung usaha untuk membuat pendidikan lebih merata dan terakses oleh semua. Di Indonesia, kesenjangan ekonomi berdampak kepada kesenjangan dalam pendidikan. Yang kaya semakin kaya. Yang miskin semakin miskin. Dan itulah faktanya, solusinya? Hanya dengan pemerataan pendidikan. Lalu korupsi? Ya kita tumbuhkan mental semangat anti korupsi sejak dini bahwa korupsi juga sudah jelas akan merusak tatanan moral negeri ini.
Korupsi sekarang sudah tidak mengenal lagi batas-batas wilayah. Dengan kata lain, korupsi kini sudah menjadi fenomena lintas negara. Korupsi itu sendiri bahkan berinteraksi dengan berbagai bentuk kejahatan terorganisasi lintas negara yang lain. Sedemikian buruknya dampak yang ditimbulkan oleh praktik-praktik korupsi, sehingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara khusus mengeluarkan Konvensi PBB Menentang Korupsi. Konvensi tersebut menekankan perlunya peningkatan kapasitas internal masing-masing negara serta upaya memperkuat kerja sama internasional untuk mencegah dan memberantas korupsi.

Komentar : Korupsi dan pencucian uang atau Money Laundry adalah dua dari banyak tindakan kriminal yang dilakukan oleh negara resmi. Menyadari hal ini, PBB menciptakan sebuah konvensi yang dapat menangani masalah tersebut. Konvensi, United Nation Convention Against Corruption UNCAC, mengambil ke dalam tindakan pada tahun 2003 contoh kasus Di Indonesia mantan Direktur Utama Bank Mandiri E.C.W Neloe diduga melakukan korupsi senilai 160 Milyar Rupiah, namun kasus direktur sebuah bank milik negara ini tidak dapat dengan mudah dipecahkan, dimana Jaksa penuntut umum Jaksa tidak bisa pergi bolak-balik ke Swiss di mana uang  tersebut diletakkan, dan membawa kasus ke Pengadilan Kejahatan Internasional di Den Haag, hingga akhirnya Neloe pun divonis bebas. Indonesia sendiri telah mereformasi sistem hukum seperti yang disarankan oleh UNCAC, akan tetapi ada begitu banyak masalah dalam negeri yang menyebabkan kesulitan membawa kembali aset. Sistem Hukum Indonesia tampaknya tidak mendukung usaha tersebut, sumber daya manusia yang tidak begitu baik, dan kurangnya sumber daya manusia di negara Indonesia pada keterampilan teknis hukum dan penanganan kasus anti korupsi. Di sisi lain, tidak ada koordinasi yang baik antara aparat hukum Indonesia yang juga dapat dianggap sebagai faktor utama kegagalan untuk mengambil kembali aset yang di korup.







Political will Pemerintah Indonesia dalam upaya melawan korupsi transnasional, yang sejalan dengan prinsip-prinsip Konvensi PBB Menentang Korupsi, sebetulnya sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Keterlibatan Indonesia dalam berbagai perjanjian internasional antikorupsi adalah bukti keinginan Pemerintah Indonesia untuk sungguh-sungguh menegakkan pemberantasan korupsi.

Komentar : Ini langkah yang sangat baik akan tetapi kita harus melihat dari sisi pembuktian bahwa masih sulit dibuktikan ketika kasus korupsi sudah melibatkan lintas negara atau transnasional. Akan tetapi, negara tidak boleh menyerah dalam menghadapi korupsi dan penegakan hukum dalam kasus korupsi harus lebih baik lagi dari hari ini terutama soal penyidik KPK yang dinilai masih kurang sumber daya harus lebih ditingkatkan.

Menghadapi tindak pidana korupsi terorganisasi dan bersifat lintas batas territorial yang sulit pembuktiannya diperlukan koordinasi lintas kelembagaan penegakan hukum termasuk KPK. Kasus-kasus tindak pidana korupsi selalu melibatkan aktivitas perbankan dan juga keterangan ahli dan pembuktian yang memadai sehingga dalam menghadapi tindak pidana korupsi yang sudah sistemik dan meluas diperlukan kerjasama yang intensif dan berkesinambungan antara lembaga penegakan hukum baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat bilateral dan multilateral.
Komentar : Secara sistemik langkah ini yang dibutuhkan dalam usaha penegakkan kasus korupsi terutama yang menyangkut dengan korupsi transnasional. Pada Bab 5 konvensi PBB terdapat ketentuan tentang Pengembalian Aset (Asset Recovery) yang dapat memudahkan pemerintah di setiap negara untuk melakukan pengembalian asset hasil korupsi yang dilarikan ke luar negeri kembali ke negara tempat tindak kejahatan korupsi dilakukan. Ide tentang pengembalian aset ini sangat bermanfaat bagi negara-negara berkembang, karena banyak aset hasil korupsi yang dilakukan di negara-negara berkembang dilarikan ke luar negeri. Padahal aset tersebut sangat dibutuhkan bagi pembangunan berkelanjutan bagi negara-negara berkembang yang memang sedang membangun negara mereka, terutama di Indonesia.
Kesulitan-kesulitan selalu dihadapi oleh lembaga-lembaga penegakan hukum ketika harus berhubungan dengan pihak terkait seperti Bank Indonesia, atau pimpinan perbankan. Kesulitan ini semakin nyata ketika keperluan memperoleh bukti-bukti, saksi-saksi atau dokumen-dokumen yang berada di negara lain.
Komentar : Mengacu pada lembaga antikorupsi dunia, sebenarnya ada dua substansi utama yang sering dipakai dalam pelaksanaan UNCAC adalah International Cooperation dan Asset Recovery. Pelaksanaan dua mekanisme ini bertujuan untuk penanganan kasus korupsi lintas batas negara dan secara khusus pengembalian aset yang dilarikan ke luar negeri. Proses pengembalian aset dalam konvensi ini terdiri dari ketentuan-ketentuan mengenai proses pengembalian aset melalui empat tahap, sebagai berikut: tahap pertama, pelacakan aset untuk melacak aset-aset; tahap kedua, tindakan-tindakan pencegahan untuk menghentikan perpindahan aset-aset melalui mekanisme pembekuan atau penyitaan; ketiga, penyitaan. Kemudian tahap keempat, yaitu penyerahan aset dari negara penerima aset kepada negara korban tempat aset diperoleh secara tidak sah. Keempat hal tersebut dapat dilakukan menggunakan mekanisme Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal Assistance), yang diatur dalam bab 4 pasal 46 UNCAC. (UN Treaties, 2010) Sebuah kasus yang cukup menarik dalam rangka pengembalian aset ke dalam negeri melalui yurisdiksi asing dengan menggunakan ketentuan UNCAC adalah pengembalian aset hasil korupsi ECW Neloe di Indonesia yang dinilai belum berhasil meskipun sudah menggunakan mekanisme pengembalian aset yang tercantum dalam UNCAC. Setelah meratifikasi UNCAC pada tahun 2006, Indonesia mengadopsi bentuk mekanisme global UNCAC dalam bentuk aturan-aturan hukum nasional guna mengendalikan dan menyelesaikan permasalahan korupsi, khususnya pelarian dana ke luar Indonesia. Kebutuhan akan adanya mekanisme internasional penanganan korupsi sangat dibutuhkan Indonesia, karena pemerintahan Indonesia setelah masa orde baru mengalami kendala dalam pengembalian aset-aset nasional yang telah dikorupsi dan di bawa ke luar negeri. Mantan Presiden Soeharto, ECW Neloe, Hendra Raharja, Tommy Soeharto merupakan sejumlah warga negara Indonesia yang terindikasi melarikan sejumlah uang hasil korupsi di Indonesia ke luar negeri.


Untuk mengatasinya pemerintah Indonesia menggunakan dua mekanisme utama dalam UNCAC yaitu Mutual Legal Assistance dan Asset Recovery. Hal inilah yang harus dipertegas dalam sebuah Undang-undang agar tidak ada lagi kesulitan dalam melacak aliran dana korupsi yang berada di negara lain.






-->

Komentar